- Pimpinan OPD di Lingkungan Pemkot Palembang Ikuti Seminar Core Values ASN Berakhlak
- PEMERINTAH KOTA PALEMBANG DUKUNG PENUH FESTIVAL KESENIAN ISLAM (FKI) KATEGORI NASYID DI HARI KETIGA
- PEMERINTAH KOTA PALEMBANG GELAR RAPAT TECHNICAL MEETING FKI UNTUK PENINGKATAN SENI KEISLAMAN
- PEMERINTAH KOTA PALEMBANG AKTIF DALAM ACARA SUNATAN MASSAL BERSAMA JARINGAN SANTRI INDONESIA DI MASJ
- PEMERINTAH KOTA PALEMBANG RESPON POSITIF PEMBUKAAN FASILITASI PENGUATAN PENANGGULANGAN PROGRAM HIV/A
- Jumat Berbagi bersama Fitrianti Agustinda
- PEMERINTAH KOTA PALEMBANG BERSINERGI HADIRI PENYERAHAN PLAT RUMAH PROGRAM KOLABORASI BAZNAS
- KEUTAMAAN SURAT-SURAT DALAM AL-QURAN: TUNTUNAN DARI DALIL-DALIL AL-QURAN
- MENYINGKAP BAHAYA TIDAK MEMBACA AL-QURAN DAN MEMAHAMI MAKNANYA
- MENINGGALKAN SHOLAT SUBUH: BAHAYA DAN DAMPAK NEGATIF
Apakah Istri Wajib Bisa Masak?

Kabarwongkito –
Opini (18/12/22) Menurut saya, istri mestinya bisa masak. Apalagi penilaian
orang-orang terhadap istri yang bisa masak itu dianggap baik daripada yang
tidak. Istri yang bisa masak dinilai pula sebagai wanita yang benar-benar
menyenangkan suami.
Kalau
demikian, wanita tersebut termasuk dalam hadits berikut.
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
Baca Lainnya :
- Berlindung Dari Sihir0
- Tanda Kematian yang Diridhai Allah0
- Keseimbangan Hidup Di Dunia Dan Akhirat0
- Rajin Sedekah, Lupa Nafkah Keluarga0
- Adil Terhadap Diri Sendiri0
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ
وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا
يَكْرَهُ
Pernah
ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita
yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat
suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri
dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2:
251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Apakah
itu berarti memasak itu wajib bagi istri?
Ini
kembali ke masalah apakah mengurus pekerjaan rumah itu wajib bagi istri ataukah
tidak. Menurut jumhur atau mayoritas ulama pekerjaan tersebut tidaklah wajib.
Namun
pendapat yang lebih baik apakah wajib ataukah tidak, ini dilihat dari urf atau
kebiasaan masyarakat. Pendapat ini dianut oleh Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah.
Apa
maksudnya?
Jika
masyarakat kota mungkin wajar punya pembantu. Pembantulah yang mengurus urusan
rumah, mulai dari memasak, mencuci, menyetrika bahkan sampai mengurus anak.
Contohnya pula di sini, di Saudi Arabia, suatu hal yang wajar jikalau kaum
muslimin di sana rata-rata memiliki pembantu rumah tangga di rumahnya. Kalau
memang urf atau kebiasaannya seperti itu, maka suami bisa dituntut menyediakan
pembantu.
Sedangkan
bagi wanita yang hidup di desa menganggap lumrah dan wajar mengerjakan itu
semua seorang diri kecuali memang berat barulah dicarikan pembantu. Namun
asalnya wanita pedesaan menganggap semua itu memang sudah jadi kewajibannya
sebagai seorang istri. Ketika bangun pagi sudah menyajikan sarapan dan
menghidangkan teh, lanjut mencuci, dan menyetrika di siang hari. Mereka pun
tahu harus momong dan mengasuh anak-anak. Namun suami tetap dituntut peran
sertanya oleh wanita desa untuk meringankan bebannya.
Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata,
ثُمَّ مِنْ هَؤُلَاءِ مَنْ قَالَ: تَجِبُ
الْخِدْمَةُ الْيَسِيرَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: تَجِبُ الْخِدْمَةُ
بِالْمَعْرُوفِ، وَهَذَا هُوَ الصَّوَابُ، فَعَلَيْهَا أَنْ تَخْدُمَهُ
الْخِدْمَةَ الْمَعْرُوفَةَ مِنْ مِثْلِهَا لِمِثْلِهِ، وَيَتَنَوَّعُ ذَلِكَ
بِتَنَوُّعِ الْأَحْوَالِ: فَخِدْمَةُ الْبَدْوِيَّةِ لَيْسَتْ كَخِدْمَةِ
الْقَرَوِيَّةِ، وَخِدْمَةُ الْقَوِيَّةِ لَيْسَتْ كَخِدْمَةِ الضَّعِيفَةِ.
الفتاوى الكبرى .
“Ada
ulama yang menyatakan bahwa wajib bagi istri mengurus pekerjaan rumah yang
ringan. Sebagian ulama menyatakan bahwa yang wajib adalah yang dianggap oleh
urf (kebiasaan masyarakat). Pendapat yang terakhir inilah yang lebih tepat.
Hendaklah wanita mengurus pekerjaan rumah sesuai dengan yang berlaku di masyarakatnya,
itulah yang ia tunaikan pada suami. Ini semua akan berbeda-beda tergantung
kondisi. Orang badui dibanding orang kota tentu berbeda dalam mengurus rumah.
Begitu pula istri yang kuat dengan istri yang lemah kondisinya berbeda pula
dalam hal mengurus rumah.” (Disebutkan dalam Fatawa Al Kubro)
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Fatawa Nur ‘alad Darb berkata,
فعليهن مثل ما عليهم بالمعروف، ولهن ما لهم
بالمعروف، وبناءً على ذلك فإننا قد نقول في وقت من الأوقات إنه يلزمها أن تخدم
زوجها في الطبخ وغسيل الأواني وغسيل ثيابه وثيابها وثياب أولادها وحضانة ولدها
والقيام بمصالحه، وقد نقول في وقت آخر إنه لا يلزمها أن تطبخ ولا يلزمها أن تغسل
ثيابها ولا ثياب زوجها ولا ثياب أولادها حسب ما يجري به العرف المتبع المعتاد
“Istri
punya kewajiban untuk mengurus rumahnya sebagaimana yang berlaku di
masyarakatnya. Berdasarkan hal itu, kami akan berkata berbeda untuk setiap
zaman. Mungkin satu waktu, mengurus rumah dengan memasak, membersihkan
perkakas, mencuci pakaian suami, pakaiannya dan pakaian anak-anak itu wajib.
Begitu pula dalam hal mengurus anak-anak dan mengurus hal-hal yang maslahat di
rumah jadi harus. Namun hal ini bisa jadi berbeda di zaman yang berbeda. Di
suatu zaman bisa jadi memasak bukan jadi kewajiban, begitu pula dalam hal
mencuci pakaian di rumah untuk suami dan anak-anak. Jadi apa yang berlaku di
masyarakat, itulah yang diikuti.”
Perlu
diingatkan bahwa tetap mengurus rumah tangga bagi istri itu lebih utama
daripada ia keluar rumah. Allah berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan
tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan
sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).
Ibnu
Katsir menafsirkan ayat di atas bahwa janganlah wanita keluar rumah kecuali ada
hajat seperti ingin menunaikan shalat di masjid selama memenuhi
syarat-syaratnya. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 182). (un)
