- Palembang Tuan Rumah Konser, Wawako Ingatkan Prokes
- Pemkot Masih Terapkan PPKM
- Fitrianti : Saya Harap Warga Terus Waspada Kebakaran
- Hari Pertama Kerja, Sekda Sidak Pegawai
- Pemkot Palembang Gelar Apel Gabungan Pasca Lebaran
- Palembang Raih Predikat WTP ke-12
- Objek Wisata Terus Dimaksimalkan untuk Sambut Fornas
- Harnojoyo Berharap Sinergi Palembang dan Sumsel Berlanjut Di Hari Jadi ke-76 Sumsel
- Pemkot Palembang Terus Berupayah Antisipasi Wabah PMK
- Harnojoyo : Harus Tingkatkan Pelayanan Pasca Covid-19
Kurangi Minum Teh Setelah Makan Makanan Berat, Ini Akibatnya!

PALEMBANG,
Senin(28/22/2022) - Setelah makan siang orang cenderung memilih
teh sebagai minuman pendamping, baik manis ataupun tawar. Memang teh adalah
minuman sehat yang mengandung antioksidan.
Tapi,
ternyata minum teh setelah makan berat sebenarnya tidak baik loh. Ketua Umum
Perhimpunan Hematologi & Transfusi Darah Indonesia Dr. dr. TB. Djumhana
Atmakusuma, SpPD-KHOM tak menyarankan orang-orang meminum kafein bersamaan
dengan makan besar karena dapat mengganggu penyerapan zat besi dari makanan.
"Oleh
karena itu, pada pasien defisiensi besi kami sarankan tidak makan sambil minum
teh atau kopi atau susu," ujar dia seperti dilansir dari Antara.
Baca Lainnya :
- Palembang Kota Pertama Awali Gerakan Nasional Aksi Bergizi di Sumsel0
- Wali Kota Palembang Gelar Apel Pasukan Siaga Banjir0
- Sekda Kota Palembang Rujuk Sulnah Qoriah Juara MTQ yang Tuna Netra Sejak 1989 ke RSUD BARI0
- Berantas Stunting, Wawako Beri Makanan Tambahan kepada Balita0
- 4 Manfaat Vitamin K untuk Kesehatan0
Oleh
karena itu, Djumhana merekomendasikan agar orang-orang menunggu sekitar dua jam
setelah makan untuk bisa meneguk minuman mengandung kafein agar penyerapan zat
besi dari makanan tak terganggu.
Menurut
dia, cara ini juga sekaligus mencegah terkena anemia kekurangan zat besi yang
ditandai seperti rambut rontok, kelelahan, kekurangan energi, sesak napas,
detak jantung yang tidak teratur, dan kulit pucat.
Berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi anemia meningkat dari 21,7 persen
(2013) menjadi 23,7 persen (2018) dari total populasi di Indonesia.
Data
juga menunjukkan, pada 2018, sebanyak tiga dari 10 remaja Indonesia menderita
penyakit anemia dan 62,6 persen kasus anemia yang terjadi disebabkan oleh
kekurangan zat besi.
